Pie Susu: Suguhan sederhana nan menggoda

Makanan manis adalah hiburan bagi saya. Tidak hanya memanjakan lidah, bagi saya makanan manis juga membahagiakam jiwa. Namun dengan kemampuan memasak yang menengah ke bawah dan keberadaan dua balita yang menjadi fans setia, tidak banyak pilihan makanan yang dapat saya buat sendiri di rumah. Tipe makanan yang perlu keakuratan waktu, seperti donat atau roti yang perlu di-proofing, bukanlah pilihan yang tepat bagi saya.

Setidaknya ada beberapa kriteria bagi saya untuk memilih resep andalan, yaitu:

  • Resep yang sederhana (dalam artian tidak terlalu banyak titik kritisnya)
  • Identik dengan penganan di toko-toko, jadi tidak malu-maluin untuk disajikan di hari spesial
  • Tidak menyita waktu banyak
  • Bahka ketika gagal, komposisinya memungkinkannya untuk tetap dimakan (dengan selera rakyat jelata, saya sungguh tidak picky dengan makanan yang saya konsumsi)

Maka ketika Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei 2021 ini menyertakan tema Resep Masakan Andalan, pilihan saya pun jatuh ke resep pie susu. Secara tekstur, paduan pie crust yang garing dan filling susu yang manis tentu saling melengkapi dengan sempurna. Secara rasa juga cukup seimbang karena rasa manis dari filling dipadu dengan rasa asin dari kulit pie. Selain itu, ia memenuhi persyaratan di atas dan kebetulan bahan-bahannya pun tersedia di rumah, sehingga dapat dieksekusi di hari deadline.

Pie susu mungkin identik dengan oleh-oleh khas Bali, dengan lapisan susu yang tipis dan cenderung kering. Namun ada pula yang mengasosiasikam pie susu dengan kue lontar khas Papua dengan lapisan susu yang jauh lebih tebal. Pie susu yang saya buat pada kesempatan ini cenderung lebih dekat ke arah pie susu khas Bali, walau filling-nya sedikit lebih tebal.

Kulit Pie (Pie crust)

Bahan-bahan:

  • 250 g tepung terigu
  • 150 g butter/margarin
  • 50 g gula halus
  • 1 kuning telur
  • Sejumput garam
  • 1/2 sdm susu bubuk

Cara membuat:

  • Mixer butter/margarin dengan gula halus sekitar 3 menit (sampai agak memutih).
  • Tambahkan kuning telur hingga merata.
  • Tambahkan tepung terigu dan susu. Uleni hinggan berbentuk seperti pasir lalu padatkan sebentar.
  • Bungkus adonan dengan plastik wrap lalu simpan dalam chiller sekitar 30 menit.

Catatan di tahap ini:

  • Penggunaan butter akan membuat kulit lebih rapuh, sedangkan margarin membuat lebih kokoh, sehingga penggunaannya dapt disesuaikan dengan selera.
  • Menguleni terlalu lama dapat membuat adonan menyusut saat dipanggang.
  • Mendinginkan adonan (alternatif lain: penambahan air es, atau butter/margarin ditambahkan dalma kondisi dingin) mencegah kulit pie cepat hancur) buyar. Saat dipanggang, uap air yang keluar dari pori-pori kulit pie akna membuat pie kopong dan cepat hancur.

Filling Susu

Bahan-bahan:

  • 15 sdm susu kental manis
  • 2 kuning telur
  • 2 sdm tepung maizena
  • 70-85 ml air
  • 1/2 sdt vanilla bubuk

Cara membuat:

  • Campurkan semua bahan dengan menggunakan whisk.
  • Saring agar tidak bergerindil.

Mencetak dan Memanggang

  • Siapkan loyang anti lengket, atau tambahkan sedikit margarin ke loyang biasa.
  • Cetak adonan ke loyang sesuai tebal yang diinginkan
  • Tusuk-tusuk adonan dengan garpu agar uap air tidak terperangkap di adonan.
  • Tuangkan filling ke dalam adonan kulit pie.
  • Panggang di suhu 170 C selama 45- 60 menit (tergantung oven masing-masing). Saya panaskan selama 50 menit dengan api bawah, dan 10 menit terakhir dengan api atas untuk mengeringkan permukaan.

Catatan: sesekali lihatlah ke dalam oven, jika bagian filling mengembung, tusuk dengan garpu/tusuk sate. Lakukan tes tusuk untuk mengetes kematangan filling terutama jika membuat lapisan yang tebal.

Pie susu pun siap disajikan. Sebaiknya tunggu agak dingin agar kokoh dan bisa dilepaskan dari cetakan. Pie susu ini bisa menjadi sajian di hari spesial anda. Bisa ditemani sambil minum teh hangat, atau kalau bagi saya, setelah makan yang manis harus diimbangi dengan makan yang gurih-gurih. Martabak telor mana martabak telor?

Selamat mencoba 🙂

Optimalisasi Inklusi untuk Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Sebagai wisatawan hotel mentari transcity harmoni IIP, yang menunggu masuk kelas Bunda Sayang, saya berkesempatan untuk menyaksikan salah satu sesi sharing sebagai bagian dari misi panggung ceria. Sesi yang akan saya review pada postingan ini adalah sharing dari Mbak Asmaul Chusna mengenai inklusi sebagai pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Sedikit intermezzo, sepertinya saya pernah lihat Mbak Chusna, narasumbernya ini, deh. Sepertinya beliau fasilitator di kelas Konmari (sekarang Gemat Rapi) saya. Dan hobu beliau katanya terkait manajemen kebersihan rumah juga, sepertinya cocok. Kalau iya, saya semakin kagum dengan Mbak ini. Karena saya yakin, mendidik 2 anak ABK seperti yang Mbak Khusna lakukan pastilah tidak mudah, jadi two thumbs up kalau masih bisa meluangkan diri untuk jadi fasilitator kelas juga.

Oke, lanjut.

Apa itu inklusi? Inklusi adalah fasilitas bagi anak berkebutuhan khusu untuk bersekolah di sekolah reguler. Jadi ada pendampingan khusus, seperti shadow teacher untuk masing-masing anak ABK. Kebetulan saya pernah dengar tentang inklusi ini, karena sekolah dasar adik-adik saya adalah sekolah inklusi. Bagi murid reguler, sekolah inklusi bisa menjadi salah satu keunggulan juga, karena anak bisa mempelajari perbedaaan dan berempati kepada mereka yang berbeda.

Menurut Mbak Chusna, ada 3 hal penting yang menopang keberhasilan pendidikan anak berkebutuhan khusus yaitu medis, sekolah dan orangtua. Anak berkebutuhan khusus tentu memiliki penanganan medis yang khusus pula. Assessment medis juga diperlukan apakah anak dapat menempuh pendidikan inklusi, atau perlu masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Kebutuhan yang lebih berat misalnya, akan lebih terwadahi di SLB daripada di sekolah inklusi. Untuk sekolah pun tentu perlu survey ya, karena saya pernah dengar juga keluhan orang tua murid mengenai sekolah yang menyediakan inklusi tapi sebenarnya belum siap dan belum berjalan baik. Tentu ini akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi siswa.

Lalu apa yang perlu disiapkan orangtua? Nah rupanya ini nih yang PR-nya paling banyak. Menurut Mba Chusna, setidaknya ada 5 hal yang perlu disiapkan oleh orangtua yaitu:

  • Lingkungan rumah yang suportif. Misalnya lingkungan rumah yang rapi (rumah berantakan berpotensi menjadi distraksi bagi anak ABK), diet makanan, hingga terapi perilaku.
  • Rencana keuangan. Pendidikan, bahkan bagi anak non ABK, tentu perlu disiapkan biayanya. Apalagi untuk pendidikan inklusi karena perlu biaya untuk shadow teacher, hingga intervensi/alat bantu medis.
  • Kerjasama pasangan. Mengapa saya, adalah pertanyaan yang hampir selalu dilontarkan bagi orangtua yang memiliki anak ABK. Kerjasama pasangan diperlukan agar orangtua mampu moving forward dan tidak denial ataupun menyalahkan diri.
  • Dukungan keluarga besar.
  • Ilmu. Ibu adalah ujung tombak pendidikan anak perlu memperkaya diri tentang pendidikan anak.

Terimakasih banyak Mbak Chusna dan Mba Khadijah yang memoderatori sesi sharing ini. Semoga pendidikan anak ABK semakin berkembang dan terfasilitasi dengan baik di Indonesia.

Lebaran yang Dirindukan

“Mas Andi, Mas Andi!” terdengar suara teriakan diiringi ketukan pintu yang begitu keras. Aku yang ketiduran di sajadah pun tersentak kaget.

“Ngapain kamu ini malem-malem teriak-teriak gini, Jon?” tanyaku saat melihat Jono, remaja masjid kampung sini di depan pintu kamar kosku. 

“Itu Mas Fahmi, sesek sambil nangis-nangis, Mas. Takutnya kesurupan, Mas.” Muka Jono tampak pucat. Segera kupakai sarungku dan mengikuti Jono ke arah masjid.

“Kamu udah panggil siapa aja, Jon?” tanyaku. 

“Tadi Romi mau manggil Pak RT katanya,” jawab Joni cepat. Aku takut juga kalau Mas Fahmi kesurupan dan harus kutangani sendiri. Pak Ustad yang rumahnya paling dekat sudah pulang kampung seminggu yang lalu.

Di masjid, kulihat Mas Fahmi sedang nangis-nangis dan sesak sendirian. Walaupun sudah masuk 10 malam terakhir, masjid di tengah malam kini tampak sepi. Itikaf yang tiap tahun dilaksanakan disini, terpaksa ditiadakan selama dua tahun terakhir karena pandemi. Namun beberapa orang seperti Mas Fahmi, Jono dan Romi tetap memutuskan beritikaf di masjid, walau tidak diselenggarakan secara resmi oleh pengurus masjid.

“Tolong ambil air mineral, Jon!” ujarku. Kutepuk-tepuk pipi Mas Fahmi perlahan. Mas Fahmi sepertinya masih setengah sadar. Kubopong Mas Fahmi ke arah kipas angin agar mendapatkan asupan udara tambahan. Setelah beberapa saat dicoba dibangunkan, akhirnya Mas Fahmi mulai membuka matanya.

“Minum dulu, Mas,” tawar Jono. “Tarik nafas pelan-pelan dulu, Mas,” saranku. Mas Fahmi mulai mencoba mendudukan dirinya. Untung bukan kesurupan beneran, batinku. Jujur pengetahuanku nol besar tentang pertolongan pertama pada kesurupan.

Setelah Mas Fahmi mulai tenang, barulah Romi dan Pak RT menghampiri kami.

“Ya Allah, Fahmi, kenape lu. Aneh-aneh aja malem-malem pake kesurupan. Orang mah pada ibadah, kok elu malah ketindihan setan,” tanpa basa-basi Pak RT langsung mencecar Mas Fahmi.

“Iya, Pak. Tadi saya ketiduran terus mimpi buruk. Saya mimpiin Emak saya, Pak,” jawab Mas Fahmi lirih.

“Maknya Mas Fahmi kenapa emang, Mas?” tanya Romi ingin tahu.

“Emak saya lagi sakit, Rom. Saya di-WA katanya Emak manggil-manggil saya terus tiap hari. Tadi saya mimpi, emak saya … meninggal dunia.”

Keheningan menyeruak setelah Mas Fahmi mengutarakan kegelisahannya. Setelah beberapa lama, aku mencoba membuka suara.

“Mas Fahmi gak mau mudik aja? Mumpung ini masih tanggal 5 Mei, belum dilarang,” saranku hati-hati.

“Saya gak ada uang, Mas. Disini saja saya bertahan hidup dengan sahur dan takjil gratis dari masjid,” jawab Mas Fahmi lirih. Membuatku merasa bersalah sudah memberikan saran yang kurang tepat.

“Lagian udah diperketat juga, Andi. Kalo pulang sekarang udah bakal dimintain surat macem-macem,” tambah Pak RT.

Kami pun diam lagi. Romi dan Jono mencoba menyabarkan Mas Fahmi. Sedangkan aku masih berkecamuk dengan pikiranku sendiri. Mencoba membongkar penyesalan mendalam ketika aku tidak bisa menghadiri pemakaman mendiang ayahku, 4 tahun yang lalu.

“Mas Fahmi, coba kita cek masih ada gak tiket keberangkatan untuk mudik Mas Fahmi. Kalau masih ada, insya Allah saya mau bantu biaya tiketnya,” jawabku.

“Ya Allah, serius Mas Andi? Alhamdulillah,” Mas Fahmi bersorak bahagia.

“Tapi masih banyak yang harus diurus lho, Mas. Buat surat keterangan covid sama surat izin perjalanannya,” tambahku.

“Udah itu mah gue bantuin. Nanti gue bayarin deh tes covid elu di bidan sini.” Jawaban Pak RT menambahkan semburat cahaya di permasalahan Mas Fahmi.

Mas Fahmi pun mulai tenang. Malam mulai beranjak pagi dan diskusi itu kami tutup dengan pembagian makanan sahur untuk puasa di hari yang baru.

***

Pesan WA masuk ke gawaiku. Rupanya Mas Fahmi mengabari bahwa ia berhasil tiba di kampung halamannya. Alhamdulillah, batinku, ada banyak aral melintang untuk kepulangan Mas Fahmi, tapi memang sudah rezeki beliau untuk pulang.

Kupandangi lagi gawaiku. Teringat baru saja aku video call dengan ibu di rumah, dan mengabari bahwa aku tidak jadi pulang lebaran ini. Media sudah menyiarkan bahwa mudik lebaran jarak dekat pun sudah diperketat. Surat izin mudik dan surat keterangan bebas covid akan diminta dari para pengendara lintas kota. Uangku sudah tidak ada untuk tes covid karena THR yang seharusnya dibayarkan rupanya ditunda lagi untuk tahun ini.

Aku mencoba membesarkan hati. Alhamdulillah, ibu masih sehat, masih bisa menggunakan gawai untuk bertatap muka. Ah, kapan bisa kembali menghabiskan lebaran bersama keluarga tercinta? Aku rindu.

#TMRamadan

#RumlitIPBekasi

#RinduLebaran